Monday, September 15, 2014

Cerpen-Sang Bayangan

Hiiiiii everyone, I'm coming back again :D kali ini mau share cerpen bikinan saya sendiri :D Sebenarnya ini tugas, tapi sekalian posting di blog deh :3 , ceritanya tuh tentang persahabatan dengan akhir yang dramatis banget deh :( . Yaudah gak usah banyak basi-basi. Check it out! Enjoy to Read it ! :)
Don't forget to appreciate it with a comment :)




























SANG BAYANGAN

Penulis             :           Anggelika

Suara tawa yang sangat ceria berdengung di ruang kelas, terlihat Clara dan Vivi sedang bercerita-cerita bersama, wajah yang polos dengan senyum yang amat lebar terlihat di kedua wajah tersebut mencerminkan betapa bahagianya mereka laksana dua buah kutub magnet yang saling tarik-menarik. Dua gadis ini telah bersahabat sejak mereka TK, dan masih berteman hingga sekarang. Begitu erat persahabatan mereka bahkan mereka pernah membuat janji yang luarbiasa.
 “La, kantin yuk” ajak Vivi dengan wajah ceria beserta kibasan rambutnya kearah Clara
“Ih mentang-mentang rambutnya bagus yahhh, yaudah ayooo.” Jawab Clara dengan wajah yang terlihat sebal

********************************************************************

Bayangan cowok itu terlihat menerpa bayangan Clara yang berada di seka-seka dinding di dekat kantin, jantung Clara berdetak kencang. Sontak matanya tidak dapat lepas dari bayangan lelaki tinggi berkulit putih dengan tatanan rambut yang cool itu.

“Hoyy! Kenapa lu,la?” Teriak Vivi mengejutkan Clara. Sontak Clara terkejut dengan dahi yang mengerucut menatap gadis remaja cantik berambut panjang dengan wajah tidak merasa bersalah sedikitpun.

Clara memang sudah lama merasakan hal ini, sesuatu yang membuatnya melihat cowok itu berbeda, entahlah terasa ada kontak batin yang membuatnya tidak dapat lepas dari pemilik bayang-bayang tersebut. Begitu dekat, begitu menarik, layaknya sudah ada lem diantara mereka. Vivi dan Clara memanglah sudah mendarah daging bahkan lebih lekat daripada hubungan sedarah sekalipun. Namun, mulut Clara terkunci akan kata-kata terpendamnya kali ini, entah mengapa tiap kali ingin bercerita Clara selalu merasakan bahwa ada suatu daya tolak dan penggeras dala dirinya hingga hanya dirinya yang mengetahuinya dan ia memilih untuk menyimpannya sendiri.


Suara yang menyenangkan itu berdering, suara yang membuat seluruh murid SMK Cahaya Bangsa menyeringai dan merasa puas serta bebas, murid-murid pun merapihkan seluruh bukunya dan bersiap-siap untuk melegakan tubuh mereka dirumahnya masing-masing. Namun hanya Clara yang terdiam dengan bola mata nya yang berwarna hitam kecoklat-coklatan menatap tak berarah seolah tak mendengar apapun, perasaan itu muncul lagi membuatnya merasa melupakan segalanya karena terhanyut akan angan-angannya tentang pemilik bayangan yang ia lihat di kantin tadi. Seraya menyoret-coret halaman belakang bukunya ia menulis
“Ia tampan, ia menawan, bagaimana dapat seorang yang bayangannya tak pernah nampak dimata orang dapat menyatu dengan pemilik bayangan yang pekat memikat? -FC” Begitulah yang ia tulis di halaman terakhir buku matematikanya.
“La, bengong melulu! Udah pulang tau.” Teriak Vivi yang mengejutkan Clara dari lamunan indahnya.
Clara hanya dapat mendengus, sudah dua kali Vivi melakukan hal itu hari ini, Vivi memang tak mengertinya dalam hal ini dan menurutnya pun tak perlu tahu, ingin sesekali Clara pergi jauh ke tempat tak berpenghuni bahkan jauh dari Vivi yang sebenarnya amat ia sayangi untuk menikmati fantasi khayalannya itu.
“Eh, lu sekarang kenapa sih? Bengong melulu, cerita lah! Baru kali ini gua liat lu kaya gitu” Tanya Vivi dengan wajah yang terlihat kesal
“Emmmm, yaaa ga apa apa, kan buat jadi penulis yang handal harus banyak-banyak berimajinasi, gimana sih lu.” Sahut Clara dengan gusar
“Ya... Yaudah” Kata Vivi yang terlihat tak percaya itu namun ia malas untuk melanjutkan bertanya karena ia tahu bahwa sahabatnya memang kekeh dengan apa yang ia rasakan, apabila ia tak ingin maka ia tetap tak akan ingin mengungkapkannya.
Ia memandangi wajah sahabatnya yang belakangan  terlihat tertutup, ada perasaan teiris dalam hatinya merasakan perubahan sikap dari sahabatnya, ia memegang telapak tangan sahabatnya begitu erat, terasa kasar memang, sangar gelap dibandingkan dengan tangannya, Vivi hanya tersenyum, bagaimanapun Clara adalah sahabat terbaiknya yang ia amat sayangi yang selalu melindunginya, selalu ada, bahkan ketika tidak ada yang percaya dan ingin menerimanya. Tangan Lala selalu terbuka bahkan melindunginya meski ia tahu bahwa iapun akan ikut terluka, Gadis itu menyayangi Lala betapapun berbedanya mereka.
********************************************************************
Clara pun terdiam di depan komputernya, imajinasinya berterbangan kemana-mana, pemilik bayangan tersebut muncul lagi di benaknya, Clara menikmati hal tersebut seraya menggerakan jemarinya di keyboard komputer dan menuangkan segala fantasinya kedalam tulisan yang ia rangkai dalam kalimat yang indah, sontak ia menyeringai dan menekan keyboard komputernya dengan begitu kuat, perasan teriris-iris ia rasakan tak berselang lama ia mencakar wajahnya sendiri, untunglah jemarinya tidak memiliki kuku yang panjang hingga tidak melukai wajarhnya namun tetap menyisakan bekas merah tanda empat jari di pipi kirinya karena tekanan jarinya yang memang kuat.
“Izinkanlah aku menampakan bayanganku, bila tak berhasil biarlah aku menetap disana
-FC” begitulah beberapa kata yang ia tulis.
********************************************************************
“La, tar kerumah gua yah, bantuin gua selesain tugas cerpen”Begitulah isi BBM dari Vivi
“Iya, ntar yaaa jam 3” Balas Clara
********************************************************************
“Vivi!”Teriak Clara dari gerbang rumah Vivi yang berwarna kuning cerah yang telah terbuka setengah seakan-akan memang sudah dipersiapkan untuk kedatangannya.
“Yaaaah, masuk ajah la” sahut Vivi dari dalam rumahnya.
Sepertinya Vivi sangat sibuk hingga tak sempat untuk menyambut kedatangannya dengan senyuman khas seperti biasanya, Clara pun memasuki rumah Vivi begitu saja karena pintu rumah nya pun tak dikunci bahkan dibiarkan membuka lebar, Clara pun menyelusuri rumah Vivi hingga di depan kamarnya ia terhenti dan memandangi benda di tepian tempat tidur kamar Vivi, disana terlihat begitu berantakan dan banyak foto-foto yang diemperkan di tempat tidur namun ada satu yang menarik perhatian Clara, disana ada secarik foto berbingkai kecil dengan motif dua ekor teddy bear yang saling berpelukan berhias gambar love yang timbul dan berwarna pink serta berpadu warna putih, sederhana memang namun terlihat begitu spesial. Disana terlihat dua orang yang tak asing baginya, Salah satunya adalah gadis berkulit putih dengan hidung yang mancung hingga membuat wajahnya terlihat begitu menawan sedang memagang kue ulang  tahun yang berisikan lilin berbentuk angka 15 disampingnya ada seorang  pria yang tinggi dengan kulit yang bercahaya,ia mengenakan pakaian keren dan terlihat begitu modis. Mereka tampak begitu serasi, Clara pun tersenyum dengan sejuta perih yang mendera, ia hanya dapat melihat ke arah tubuhnya sendiri seraya merasa tak pantas.
“La, yaampun sorry yah berantakan banget kamarnya, gua lagi beres-beres kamar soalnya terus nyokap tiba-tiba manggil gua ke dapur buat bantu dia goreng ikan, mendadak banget sampai gua ga sempet buat selesaiin bersihin nih kamar” Kata Vivi yang tiba-tiba muncul dari dapur dengan mengenakan celemek yang sedikit kotor dengan bercak kekuningan karena bumbu dapur. Segera Vivi melepaskan celemek yang ia gunakan dan menggantungkannya pada paku yang tertancap pada sela-sela dinding kamarnya.
“Aduhhh, sekali lagi maaf yah,La. Padahal gua yang minta lu dateng tapi gua sendiri belum siap gini” Kata gadis cantik itu seraya merapihkan foto-foto yang tergeletak di tempat tidurnya.
“Yaa, gapapa, itu foto lu yang itu.. Sama-sama putih yah, Serasi, hehe” Kata Clara dengan cengiran khasnya namun terlihat dibuat-buat tersebut.
“Yeee ngomong apa sih lu, gua juga ga terlalu permasalahin fisik kok. Yaudahlah udah jam 4 langsung aja yuk, nanti lu pulangnya kesorean lagi” Kata Vivi yang terlihat mengalihkan pembicaraan.
“Iya” sahut Clara seraya tetap memandangi sahabatnya.
 Sebenarnya perasaan pilu mendera Clara namun dengan pegangan erat dari sahabatnya ia menguatkan diri untuk menggerakan otot pipi nya naik hingga menarik bibirnya membentuk setengah lingkaran. Clara membisu dan hanya berucap sesekali bila diperlukan, tak seperti gadis ceria layaknya dulu lagi, sesekali ia menghela nafas dan lebih sering mengambangkan pandangannya yang tak berarah, Vivi pun merasakan ada jarak sejauh 1 KM yang memisahkannya dengan gadis itu, bahkan untuk menanyakan sebabnya pun Vivi tak berani, wajah itu kian menyendu. Mereka pun tak seperti dulu lagi.

********************************************************************
            Clara pun membuka lemarinya dan mengambil sesuatu dibalik sana, terlihat sebuah benda berbentuk tabung memanjang dan memiliki jarum di ujungnya. Ya benda itu adalah sebuah jarum suntik, ia memindahkan cairan yang berada di plastik yang ada dari dalam tas nya yang ia beli secara diam-diam dari klinik yang berada tidak jauh dari sekolahnya beberapa hari lalu ke dalam jarum suntik tersebut. Tangannya bergetar, dengan hati-hati ia memegang jarum suntik tersebut, ia terisak dan merasakan konflik dengan batinnya sendiri,”Apakah aku benar-benar harus melakukan ini?’ Namun, bayang-bayang Fahrel membuatnya lebih memberanikan diri. Tanpa berpikir panjang lagi ia langsung menancapkan jarum itu ketangannya dan
“Aaaaaahhhhhh” Clara pun mendesis merasakan perih yang berasal dari pertengahan lengan tangannya, ia menoleh ke kaca dan mengusap bayangan seorang gadis remaja dibalik cermin yang ia gantung di pojokan kamarnya, berharap dengan hal ini gadis itu dapat berubah sesuai dengan gadis remaja yang selalu ia impikan, yang seperti Vivi atau seperti Feni dari kelas XI Akuntansi atau seperti gadis-gadis keturunan Tionghoa biasa lainnya, yang dapat membuat pemilik bayangan yang ia dambakan serta ia tulis dalam cerita menjadi lebah yang melirik bunga yang hampir mekar namun terlihat tak indah ini, begitu tak menarik, bahkan bunga yang biasanya akan melar akan menyerbakan aroma yang harum, namun bunga yang satu ini berbeda.  Jangankan ada lebah yang dating menghisap, melirik pun para lebah enggan.
Dengan jarum suntik yang masih menempel di lengan tangannya ia berjalan mengarah ke komputernya dengan perlahan namun pasti, jantung nya berdegup kencang ia pun duduk pada kursi empuk seperti kursi yang ada dikantoran. Dengan kuat ia menarik jarum suntik yang menancap pada lengannya dan melemparkan jarum tersebut hingga terpental jauh ke dalam kolong tempat tidurnya. Clara kembali menggungkapkan dirinya, kali ini ia menyertakan seluruh luapan emosinya, dengan lincah jemarinya mengetik pada benda yang selalu menemaninya tersebut, menyusuri setiap tombol untuk membentuk rangkaian kata.
“Ia lah pemilik bayangan, ia lah yang menakuti bayanganku untuk muncul, ku telusuri jalan melampaui batas kuatku, untuk menemukannya untuk menampakan bayanganku yang tak pernah dilihat orang, biarlah aku  mencari dimana bayanganku dapat muncul, biarlah aku pergi melampaui batasku,bila aku tak menemukannya biarlah aku tak kembali dan menetap di sudut sunyi yang aku harapkan –FC

********************************************************************
            “La, lu kenapa la? Woy la!” Teriak Vivi dengan panik
            Clara hanya membisu,seluruh tubuhnya mendingin, ia hanya melirik sedikit kearah sahabatnya itu, kedua bibirnya kian memucat. Vivi hanya tertegun dengan kondisi gadis itu, ia tak tahan dan akhirnya menarik sahabatnya untuk pergi ke UKS. Namun, Clara hanya menolak dengan menggelengkan kepalanya pelan, Vivi pun tak memerdulikan gadis itu meski menolak ajakannya. Dengan memapahnya Vivi berusaha membawa Clara ke UKS.
            “Bawa gua pulang aja, gua gak mau ke UKS, lebih baik pulang daripada ke UKS.” Kata Clara seraya melepaskan tangan Vivi yang berusaha untuk memapahnya
            “Jah , kalau lu pulang nanti siapa yang ngurusin? Ortu lu kan lagi kerja, La! Atau mau gua antar ke rumah sakit aja?” tanya Vivi
            “Nggak, lagian waktu pulang tinggal sebentar lagi, kan tanggung banget kalau pulang sekarang, tolong lah! Gua masih kuat kok percaya sama gua” Seru Clara seraya membentuk senyum pada bibirnya
            Vivi tertegun tanpa bisa berbicara sepatah katapun, matanya pun berkaca-kaca tak dapat menahan pedih dalam hati yang ia rasakan, ia mengerti sahabatnya, meski Clara belakangan tak pernah lagi bercerita tentang apa yang ia rasakan kepada Vivi, namun Vivi tahu bahwa kini sahabatnya telah kian pilu yang menurutnya membuat kesehatan sahabatnya menurun.
            “La, tolong kasih tau gua lu sebenarnya kenapa? Kenapa lu tutupin ini semua dari gua ? tolong lah lu itu sahabat gua bahkan udah gua anggap kaya saudara kandung gua snediri, cerita, la!” Kata vivi memohon
            “Nanti lu akan tau kok, tapi ga pada saat ini juga. Sekarang gua Cuma mau kita kaya hari-hari biasa aja dan nanti kita main ke tempat biasa biar sakit gua hilang, oke?” Tanya Clara
            Entah mengapa Vivi seperti tak bisa melawan permintaan Clara, Clara memang pribadi yang keras sejak dulu.

            Detik-detik jam dinding pun terdengar di ruangan kelas, saat itu guru telah selesai memberikan materi namun masih tersisa sedikit waktu sebelum bel berbunyi, pandangan murid-murid mengarah pada jam dinding berwarna kuning bulat yang digantungkan pada dinding belakang kelas, dan “Kringggg….. Kring…. Kring…” Suara yang menyenangkan itu datang kembali, dengan segera seluruh murid SMK Cahya Bangsa terutama kelas XI Adm.Perkantoran menyerbu keluar dari kelas, mereka semua mendambakan kenyamanan rumah serta tidur siang untuk meluapkan semua letih yang mereka rasakan setelah belajar setengah harian. Namun, Clara hanya terdiam di mejanya dengan posisi melipatkan tangannya dan wajah yang tertunduk. Wajah nya makin terlihat pucat namun terlihat ia mencoba untuk menyembunyikannya dengan senyum lebarnya. Vivi berjalan pelan dari barisan ujung untuk menghampiri Clara.
“La, mendingan pulang aja ya? Gua anterin.” Kata Vivi
“Gak ah, kita main aja yuk, gua lagi mau main nih ke tempat biasa. Mungkin aja kalau kita main gua malah seger dan sembuh” Jawab Clara seraya melompat dari tempat duduknya untuk menunjukan bahwa ia baik-baik saja
            “Tapi minum obat dulu yah?” Tanya Vivi
            “Okeee deh bos, serius nih yah? Aduhh makasih banget sahabatku!” Seru Clara girang sembari memeluk tubuh Vivi
********************************************************************
            Wajah itu tampak bersinar-sinar meski begitu pucat. Suara decitan dari besi yang bergesekan pun tak menjadi gangguan, padahal suara itu sangat berisik dan membuat ngilu orang yang mendengarnya, namun suara itu bagaikan tak ada karena yang tersisa hanyalah suara tawa dari dua orang yang bersahabat ini, Clara merasa bodoh ia merasa bayangannya tak tampak namun sebenarnya ada satu orang yang selalu memeluk bayangnya dimana pun dan bagaimana bentuknya, ia adalah sahabatnya dan ia hanya dapat menikmati ini mungkin tak akan lama lagi namun ia hanya tersenyum walau wajah nya semakin memucat dan ia semakin melemas, jantungnya berdegub kencang dan nafasnya pun semakin tak teratur.
            “Hahahahahaaaa.. Ayoo tinggian siapa hayoo!” Teriak Vivi dengan girangnya
            “Yaa pasti gua dong, nih liat nihhh.. Yuhuuuuuuuu!” Seru Clara sambil menghentakan kakinya agak laju ayunannya semakin kencang. Namun, tiba-tiba Clara terhempas dari ayunannya
            “Aduhh, ya ampun la. Lu ga kenapa-napa kan? Sakit ga? Luka nggak? Kok bisa sampe jatuh gitu sih? Haus ga? Kaget yaa, gua beliin air minum dulu deh kalau gitu yah, lu duduk dulu di sini, tunggu sebentar.” Kata Vivi sembari mengangkat sahabatnya yang terjatuh dan memapahnya menuju bangku yang disediakan di taman itu. Clara hanya mengangguk lemas, nafasnya semakin memelan dan wajahnya pun semakin pucat bahkan muncul banyak bercak biru dari permukaan kulitnya yang mungkin tak disadari Vivi.
            Vivi pun menuju kearah warung yang terletak di seberang taman tempat mereka berada. Tiba-tiba Vivi menemukan secarik kertas dari dalam tas nya, tulisan pada kertas itu tak asing, terlihat seperti tulisan Clara
            “Sahabatku yang tersayang Vivi, Maafkan aku, aku telah bertindak bodoh dengan mencintai kakak mu. Dan, aku sadar aku tak sebanding dengannya, keluarga kalian adalah keluarga yang luar biasa. Memiliki fisik yang hampir sempurna dan aku terobsesi dengan dirinya, maafkan aku. Aku bertindak hingga melampaui batasan ku dan munkin waktu ku hanya tersisa sementara, dan saat kau membaca ini mungkin aku tak ada lagi, aku hanya ingin berterimakasih akan bayang-bayang mu yang selalu menemani bayangku meski aku bodoh mengharapkan bayangan lain dan mengorbankan kebersamaan kita, sekali lagi maaf, mungkin jalan kehidupan tak sama dengan apa yang kita harapkan dan kita tuangkan pada janji kita
-Clara”
            Vivi terkejut bukan kepalang dengan isi dari surat tersebut, ia hanya dapat menangis dan berlari. Clara yang berada di sebrang jalan sana terlihat tergeletak tak berdaya, rona wajahnya kian pucat bahkan membiru karena jantungnya sudah tak memompakan darah lagi ke seluruh tubuhnya, badannya mengeluarkan banyak corak hijau ke-biruan dengan sedikit busa yang keluar dari pinggiran mulutnya. Dengan beleraian air mata Vivi berlari dari ujung warung di seberang jalan sambil memegang minuman yang ia sudah beli untuk Clara, ia berlari tanpa perduli keadaan sekitar. Ia tak percaya akan apa yang dilakukan sahabatnya tersebut, kakinya melangkah dengan sangat cepat menyentuh aspal-aspal yang mematikan, tanpa menyadari bahwa ada sebuah truk besar berwarna kuning yang melaju sangat kencang kearah nya. Suara klakson berdengung sangat kencang. Namun, seolah tak ada suara apapun Vivi hanya berlari dan badannya terhantam oleh truk tersebut dibagian punggungnya. Ia pun terpental keatas dengan 2 buah botol minuman berperisa jeruk yang ikut terlempar, ia pun jatuh ke aspal dengan posisi tengkorak kepala yang membentur aspal dan menyebabkan tulang tengkorak dari gadis cantik itu rentak dan hampir pecah. Cairan merah nan pekat bersimbah di lokasi kejadian sontak para warga berkumpul dengan adanya kejadian itu. Truk itu pun terhenti. Dengan keadaan setengah sadar dan merasakan sakit yang luarbiasa di bagian kepalanya ia berkata
“Janji kita tetap ditepati, untuk selalu bersama. Bahkan kita akan bersama saat maut memisahkan, gua sayang lu, la. Bayangan gua akan selalu jadi Guardian buat bayangan lu. Kita teman selamanya.” Kata Vivi dengan suara pelan sambil menanggung sakit yang teramat sangat dari kepalanya. Darah mengalir layaknya sungai, nadinya pun terhenti wajah cantiknya berlapis darah dari diri nya sendiri, kulit putihnya tergeletak di aspal penuh dengan luka. Namun, ia tersenyum. Janjinya tak pernah ingkar.

 Akun-akun sosmed :
twitter : @Yap_gel_gel

4 comments:

  1. wiih bagus banget nih cerita'a, wkwk, penggunaan bahasa'a bagusss, wkwk
    lanjutkannn! wkwkwk

    ReplyDelete
  2. Menarik. Cuma penulisan nya . Masih ada beberapa yg masih berantakan. Hahah. Perlu d rapihin lg.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyah diusahakan lebih baik kedepannya , makasih yoooo :)

      Delete