Hiiiiii everyone, I'm coming back again :D kali ini mau share cerpen bikinan saya sendiri :D Sebenarnya ini tugas, tapi sekalian posting di blog deh :3 , ceritanya tuh tentang persahabatan dengan akhir yang dramatis banget deh :( . Yaudah gak usah banyak basi-basi. Check it out! Enjoy to Read it ! :)
Don't forget to appreciate it with a comment :)
SANG BAYANGAN
Penulis : Anggelika
Suara tawa yang sangat ceria berdengung di ruang kelas,
terlihat Clara dan Vivi sedang bercerita-cerita bersama, wajah yang polos
dengan senyum yang amat lebar terlihat di kedua wajah tersebut mencerminkan
betapa bahagianya mereka laksana dua buah kutub magnet yang saling
tarik-menarik. Dua gadis ini telah bersahabat sejak mereka TK, dan masih
berteman hingga sekarang. Begitu erat persahabatan mereka bahkan mereka pernah
membuat janji yang luarbiasa.
“La, kantin yuk” ajak
Vivi dengan wajah ceria beserta kibasan rambutnya kearah Clara
“Ih mentang-mentang rambutnya bagus yahhh, yaudah ayooo.” Jawab
Clara dengan wajah yang terlihat sebal
********************************************************************
Bayangan cowok itu terlihat menerpa bayangan Clara yang
berada di seka-seka dinding di dekat kantin, jantung Clara berdetak kencang. Sontak
matanya tidak dapat lepas dari bayangan lelaki tinggi berkulit putih dengan
tatanan rambut yang cool itu.
“Hoyy! Kenapa lu,la?” Teriak Vivi mengejutkan Clara. Sontak
Clara terkejut dengan dahi yang mengerucut menatap gadis remaja cantik berambut
panjang dengan wajah tidak merasa bersalah sedikitpun.
Clara memang sudah lama merasakan hal ini, sesuatu yang
membuatnya melihat cowok itu berbeda, entahlah terasa ada kontak batin yang
membuatnya tidak dapat lepas dari pemilik bayang-bayang tersebut. Begitu dekat,
begitu menarik, layaknya sudah ada lem diantara mereka. Vivi dan Clara
memanglah sudah mendarah daging bahkan lebih lekat daripada hubungan sedarah
sekalipun. Namun, mulut Clara terkunci akan kata-kata terpendamnya kali ini,
entah mengapa tiap kali ingin bercerita Clara selalu merasakan bahwa ada suatu
daya tolak dan penggeras dala dirinya hingga hanya dirinya yang mengetahuinya
dan ia memilih untuk menyimpannya sendiri.
Suara yang menyenangkan itu berdering, suara yang membuat
seluruh murid SMK Cahaya Bangsa menyeringai dan merasa puas serta bebas,
murid-murid pun merapihkan seluruh bukunya dan bersiap-siap untuk melegakan
tubuh mereka dirumahnya masing-masing. Namun hanya Clara yang terdiam dengan
bola mata nya yang berwarna hitam kecoklat-coklatan menatap tak berarah seolah
tak mendengar apapun, perasaan itu muncul lagi membuatnya merasa melupakan
segalanya karena terhanyut akan angan-angannya tentang pemilik bayangan yang ia
lihat di kantin tadi. Seraya menyoret-coret halaman belakang bukunya ia menulis
“Ia tampan, ia menawan, bagaimana dapat seorang yang
bayangannya tak pernah nampak dimata orang dapat menyatu dengan pemilik
bayangan yang pekat memikat? -FC” Begitulah yang ia tulis di halaman
terakhir buku matematikanya.
“La, bengong melulu! Udah pulang tau.” Teriak Vivi yang mengejutkan
Clara dari lamunan indahnya.
Clara hanya dapat mendengus, sudah dua kali Vivi melakukan
hal itu hari ini, Vivi memang tak mengertinya dalam hal ini dan menurutnya pun
tak perlu tahu, ingin sesekali Clara pergi jauh ke tempat tak berpenghuni
bahkan jauh dari Vivi yang sebenarnya amat ia sayangi untuk menikmati fantasi
khayalannya itu.
“Eh, lu sekarang kenapa sih? Bengong melulu, cerita lah! Baru
kali ini gua liat lu kaya gitu” Tanya Vivi dengan wajah yang terlihat kesal
“Emmmm, yaaa ga apa apa, kan buat jadi penulis yang handal
harus banyak-banyak berimajinasi, gimana sih lu.” Sahut Clara dengan gusar
“Ya... Yaudah” Kata Vivi yang terlihat tak percaya itu namun
ia malas untuk melanjutkan bertanya karena ia tahu bahwa sahabatnya memang
kekeh dengan apa yang ia rasakan, apabila ia tak ingin maka ia tetap tak akan
ingin mengungkapkannya.
Ia memandangi wajah sahabatnya yang belakangan terlihat tertutup, ada perasaan teiris dalam
hatinya merasakan perubahan sikap dari sahabatnya, ia memegang telapak tangan
sahabatnya begitu erat, terasa kasar memang, sangar gelap dibandingkan dengan
tangannya, Vivi hanya tersenyum, bagaimanapun Clara adalah sahabat terbaiknya
yang ia amat sayangi yang selalu melindunginya, selalu ada, bahkan ketika tidak
ada yang percaya dan ingin menerimanya. Tangan Lala selalu terbuka bahkan
melindunginya meski ia tahu bahwa iapun akan ikut terluka, Gadis itu menyayangi
Lala betapapun berbedanya mereka.
********************************************************************
Clara pun terdiam di depan komputernya, imajinasinya
berterbangan kemana-mana, pemilik bayangan tersebut muncul lagi di benaknya,
Clara menikmati hal tersebut seraya menggerakan jemarinya di keyboard komputer
dan menuangkan segala fantasinya kedalam tulisan yang ia rangkai dalam kalimat
yang indah, sontak ia menyeringai dan menekan keyboard komputernya dengan
begitu kuat, perasan teriris-iris ia rasakan tak berselang lama ia mencakar
wajahnya sendiri, untunglah jemarinya tidak memiliki kuku yang panjang hingga
tidak melukai wajarhnya namun tetap menyisakan bekas merah tanda empat jari di
pipi kirinya karena tekanan jarinya yang memang kuat.
“Izinkanlah
aku menampakan bayanganku, bila tak berhasil biarlah aku menetap disana
-FC”
begitulah
beberapa kata yang ia tulis.
********************************************************************
“La, tar kerumah gua yah, bantuin gua selesain tugas
cerpen”Begitulah isi BBM dari Vivi
“Iya, ntar yaaa jam 3” Balas Clara
********************************************************************
“Vivi!”Teriak Clara dari gerbang rumah Vivi yang berwarna
kuning cerah yang telah terbuka setengah seakan-akan memang sudah dipersiapkan
untuk kedatangannya.
“Yaaaah, masuk ajah la” sahut Vivi dari dalam rumahnya.
Sepertinya Vivi sangat sibuk hingga tak sempat untuk
menyambut kedatangannya dengan senyuman khas seperti biasanya, Clara pun
memasuki rumah Vivi begitu saja karena pintu rumah nya pun tak dikunci bahkan
dibiarkan membuka lebar, Clara pun menyelusuri rumah Vivi hingga di depan
kamarnya ia terhenti dan memandangi benda di tepian tempat tidur kamar Vivi,
disana terlihat begitu berantakan dan banyak foto-foto yang diemperkan di
tempat tidur namun ada satu yang menarik perhatian Clara, disana ada secarik
foto berbingkai kecil dengan motif dua ekor teddy
bear yang saling berpelukan berhias gambar love yang timbul dan berwarna pink serta berpadu warna putih,
sederhana memang namun terlihat begitu spesial. Disana terlihat dua orang yang
tak asing baginya, Salah satunya adalah gadis berkulit putih dengan hidung yang
mancung hingga membuat wajahnya terlihat begitu menawan sedang memagang kue
ulang tahun yang berisikan lilin
berbentuk angka 15 disampingnya ada seorang
pria yang tinggi dengan kulit yang bercahaya,ia mengenakan pakaian keren
dan terlihat begitu modis. Mereka tampak begitu serasi, Clara pun tersenyum
dengan sejuta perih yang mendera, ia hanya dapat melihat ke arah tubuhnya
sendiri seraya merasa tak pantas.
“La, yaampun sorry
yah berantakan banget kamarnya, gua lagi beres-beres kamar soalnya terus nyokap
tiba-tiba manggil gua ke dapur buat bantu dia goreng ikan, mendadak banget
sampai gua ga sempet buat selesaiin bersihin nih kamar” Kata Vivi yang
tiba-tiba muncul dari dapur dengan mengenakan celemek yang sedikit kotor dengan
bercak kekuningan karena bumbu dapur. Segera Vivi melepaskan celemek yang ia
gunakan dan menggantungkannya pada paku yang tertancap pada sela-sela dinding
kamarnya.
“Aduhhh, sekali lagi maaf yah,La. Padahal gua yang minta lu
dateng tapi gua sendiri belum siap gini” Kata gadis cantik itu seraya
merapihkan foto-foto yang tergeletak di tempat tidurnya.
“Yaa, gapapa, itu foto lu yang itu.. Sama-sama putih yah, Serasi,
hehe” Kata Clara dengan cengiran khasnya namun terlihat dibuat-buat tersebut.
“Yeee ngomong apa sih lu, gua juga ga terlalu permasalahin
fisik kok. Yaudahlah udah jam 4 langsung aja yuk, nanti lu pulangnya kesorean
lagi” Kata Vivi yang terlihat mengalihkan pembicaraan.
“Iya” sahut Clara seraya tetap memandangi sahabatnya.
Sebenarnya perasaan
pilu mendera Clara namun dengan pegangan erat dari sahabatnya ia menguatkan
diri untuk menggerakan otot pipi nya naik hingga menarik bibirnya membentuk
setengah lingkaran. Clara membisu dan hanya berucap sesekali bila diperlukan,
tak seperti gadis ceria layaknya dulu lagi, sesekali ia menghela nafas dan
lebih sering mengambangkan pandangannya yang tak berarah, Vivi pun merasakan
ada jarak sejauh 1 KM yang memisahkannya dengan gadis itu, bahkan untuk
menanyakan sebabnya pun Vivi tak berani, wajah itu kian menyendu. Mereka pun
tak seperti dulu lagi.
********************************************************************
Clara pun membuka lemarinya dan
mengambil sesuatu dibalik sana, terlihat sebuah benda berbentuk tabung memanjang
dan memiliki jarum di ujungnya. Ya benda itu adalah sebuah jarum suntik, ia
memindahkan cairan yang berada di plastik yang ada dari dalam tas nya yang ia
beli secara diam-diam dari klinik yang berada tidak jauh dari sekolahnya
beberapa hari lalu ke dalam jarum suntik tersebut. Tangannya bergetar, dengan
hati-hati ia memegang jarum suntik tersebut, ia terisak dan merasakan konflik
dengan batinnya sendiri,”Apakah aku benar-benar harus melakukan ini?’ Namun, bayang-bayang
Fahrel membuatnya lebih memberanikan diri. Tanpa berpikir panjang lagi ia
langsung menancapkan jarum itu ketangannya dan
“Aaaaaahhhhhh” Clara pun mendesis merasakan perih yang
berasal dari pertengahan lengan tangannya, ia menoleh ke kaca dan mengusap
bayangan seorang gadis remaja dibalik cermin yang ia gantung di pojokan
kamarnya, berharap dengan hal ini gadis itu dapat berubah sesuai dengan gadis
remaja yang selalu ia impikan, yang seperti Vivi atau seperti Feni dari kelas
XI Akuntansi atau seperti gadis-gadis keturunan Tionghoa biasa lainnya, yang
dapat membuat pemilik bayangan yang ia dambakan serta ia tulis dalam cerita menjadi
lebah yang melirik bunga yang hampir mekar namun terlihat tak indah ini, begitu
tak menarik, bahkan bunga yang biasanya akan melar akan menyerbakan aroma yang
harum, namun bunga yang satu ini berbeda. Jangankan ada lebah yang dating menghisap,
melirik pun para lebah enggan.
Dengan jarum suntik yang masih menempel di lengan tangannya
ia berjalan mengarah ke komputernya dengan perlahan namun pasti, jantung nya
berdegup kencang ia pun duduk pada kursi empuk seperti kursi yang ada
dikantoran. Dengan kuat ia menarik jarum suntik yang menancap pada lengannya
dan melemparkan jarum tersebut hingga terpental jauh ke dalam kolong tempat
tidurnya. Clara kembali menggungkapkan dirinya, kali ini ia menyertakan seluruh
luapan emosinya, dengan lincah jemarinya mengetik pada benda yang selalu
menemaninya tersebut, menyusuri setiap tombol untuk membentuk rangkaian kata.
“Ia lah pemilik bayangan, ia lah yang menakuti bayanganku
untuk muncul, ku telusuri jalan melampaui batas kuatku, untuk menemukannya
untuk menampakan bayanganku yang tak pernah dilihat orang, biarlah aku mencari dimana bayanganku dapat muncul,
biarlah aku pergi melampaui batasku,bila aku tak menemukannya biarlah aku tak
kembali dan menetap di sudut sunyi yang aku harapkan –FC”
********************************************************************
“La, lu kenapa la? Woy la!” Teriak
Vivi dengan panik
Clara hanya membisu,seluruh tubuhnya
mendingin, ia hanya melirik sedikit kearah sahabatnya itu, kedua bibirnya kian
memucat. Vivi hanya tertegun dengan kondisi gadis itu, ia tak tahan dan
akhirnya menarik sahabatnya untuk pergi ke UKS. Namun, Clara hanya menolak
dengan menggelengkan kepalanya pelan, Vivi pun tak memerdulikan gadis itu meski
menolak ajakannya. Dengan memapahnya Vivi berusaha membawa Clara ke UKS.
“Bawa gua pulang aja, gua gak mau ke
UKS, lebih baik pulang daripada ke UKS.” Kata Clara seraya melepaskan tangan
Vivi yang berusaha untuk memapahnya
“Jah , kalau lu pulang nanti siapa
yang ngurusin? Ortu lu kan lagi kerja, La! Atau mau gua antar ke rumah sakit
aja?” tanya Vivi
“Nggak, lagian waktu pulang tinggal
sebentar lagi, kan tanggung banget kalau pulang sekarang, tolong lah! Gua masih
kuat kok percaya sama gua” Seru Clara seraya membentuk senyum pada bibirnya
Vivi tertegun tanpa bisa berbicara
sepatah katapun, matanya pun berkaca-kaca tak dapat menahan pedih dalam hati
yang ia rasakan, ia mengerti sahabatnya, meski Clara belakangan tak pernah lagi
bercerita tentang apa yang ia rasakan kepada Vivi, namun Vivi tahu bahwa kini
sahabatnya telah kian pilu yang menurutnya membuat kesehatan sahabatnya
menurun.
“La, tolong kasih tau gua lu
sebenarnya kenapa? Kenapa lu tutupin ini semua dari gua ? tolong lah lu itu
sahabat gua bahkan udah gua anggap kaya saudara kandung gua snediri, cerita,
la!” Kata vivi memohon
“Nanti lu akan tau kok, tapi ga pada
saat ini juga. Sekarang gua Cuma mau kita kaya hari-hari biasa aja dan nanti
kita main ke tempat biasa biar sakit gua hilang, oke?” Tanya Clara
Entah mengapa Vivi seperti tak bisa
melawan permintaan Clara, Clara memang pribadi yang keras sejak dulu.
Detik-detik jam dinding pun
terdengar di ruangan kelas, saat itu guru telah selesai memberikan materi namun
masih tersisa sedikit waktu sebelum bel berbunyi, pandangan murid-murid
mengarah pada jam dinding berwarna kuning bulat yang digantungkan pada dinding
belakang kelas, dan “Kringggg….. Kring…. Kring…” Suara yang menyenangkan itu datang
kembali, dengan segera seluruh murid SMK Cahya Bangsa terutama kelas XI
Adm.Perkantoran menyerbu keluar dari kelas, mereka semua mendambakan kenyamanan
rumah serta tidur siang untuk meluapkan semua letih yang mereka rasakan setelah
belajar setengah harian. Namun, Clara hanya terdiam di mejanya dengan posisi
melipatkan tangannya dan wajah yang tertunduk. Wajah nya makin terlihat pucat namun
terlihat ia mencoba untuk menyembunyikannya dengan senyum lebarnya. Vivi
berjalan pelan dari barisan ujung untuk menghampiri Clara.
“La, mendingan pulang aja ya? Gua anterin.” Kata Vivi
“Gak ah, kita main aja yuk, gua lagi mau main nih ke tempat
biasa. Mungkin aja kalau kita main gua malah seger dan sembuh” Jawab Clara
seraya melompat dari tempat duduknya untuk menunjukan bahwa ia baik-baik saja
“Tapi minum obat dulu yah?” Tanya Vivi
“Okeee deh bos, serius nih yah? Aduhh
makasih banget sahabatku!” Seru Clara girang sembari memeluk tubuh Vivi
********************************************************************
Wajah itu tampak bersinar-sinar
meski begitu pucat. Suara decitan dari besi yang bergesekan pun tak menjadi
gangguan, padahal suara itu sangat berisik dan membuat ngilu orang yang
mendengarnya, namun suara itu bagaikan tak ada karena yang tersisa hanyalah
suara tawa dari dua orang yang bersahabat ini, Clara merasa bodoh ia merasa
bayangannya tak tampak namun sebenarnya ada satu orang yang selalu memeluk
bayangnya dimana pun dan bagaimana bentuknya, ia adalah sahabatnya dan ia hanya
dapat menikmati ini mungkin tak akan lama lagi namun ia hanya tersenyum walau
wajah nya semakin memucat dan ia semakin melemas, jantungnya berdegub kencang
dan nafasnya pun semakin tak teratur.
“Hahahahahaaaa.. Ayoo tinggian siapa
hayoo!” Teriak Vivi dengan girangnya
“Yaa pasti gua dong, nih liat nihhh..
Yuhuuuuuuuu!” Seru Clara sambil menghentakan kakinya agak laju ayunannya
semakin kencang. Namun, tiba-tiba Clara terhempas dari ayunannya
“Aduhh, ya ampun la. Lu ga
kenapa-napa kan? Sakit ga? Luka nggak? Kok bisa sampe jatuh gitu sih? Haus ga? Kaget
yaa, gua beliin air minum dulu deh kalau gitu yah, lu duduk dulu di sini,
tunggu sebentar.” Kata Vivi sembari mengangkat sahabatnya yang terjatuh dan memapahnya
menuju bangku yang disediakan di taman itu. Clara hanya mengangguk lemas,
nafasnya semakin memelan dan wajahnya pun semakin pucat bahkan muncul banyak
bercak biru dari permukaan kulitnya yang mungkin tak disadari Vivi.
Vivi pun menuju kearah warung yang
terletak di seberang taman tempat mereka berada. Tiba-tiba Vivi menemukan secarik
kertas dari dalam tas nya, tulisan pada kertas itu tak asing, terlihat seperti
tulisan Clara
“Sahabatku yang tersayang Vivi,
Maafkan aku, aku telah bertindak bodoh dengan mencintai kakak mu. Dan, aku
sadar aku tak sebanding dengannya, keluarga kalian adalah keluarga yang luar
biasa. Memiliki fisik yang hampir sempurna dan aku terobsesi dengan dirinya,
maafkan aku. Aku bertindak hingga melampaui batasan ku dan munkin waktu ku
hanya tersisa sementara, dan saat kau membaca ini mungkin aku tak ada lagi, aku
hanya ingin berterimakasih akan bayang-bayang mu yang selalu menemani bayangku
meski aku bodoh mengharapkan bayangan lain dan mengorbankan kebersamaan kita,
sekali lagi maaf, mungkin jalan kehidupan tak sama dengan apa yang kita
harapkan dan kita tuangkan pada janji kita
-Clara”
Vivi terkejut bukan kepalang dengan
isi dari surat tersebut, ia hanya dapat menangis dan berlari. Clara yang berada
di sebrang jalan sana terlihat tergeletak tak berdaya, rona wajahnya kian pucat
bahkan membiru karena jantungnya sudah tak memompakan darah lagi ke seluruh
tubuhnya, badannya mengeluarkan banyak corak hijau ke-biruan dengan sedikit
busa yang keluar dari pinggiran mulutnya. Dengan beleraian air mata Vivi
berlari dari ujung warung di seberang jalan sambil memegang minuman yang ia
sudah beli untuk Clara, ia berlari tanpa perduli keadaan sekitar. Ia tak
percaya akan apa yang dilakukan sahabatnya tersebut, kakinya melangkah dengan
sangat cepat menyentuh aspal-aspal yang mematikan, tanpa menyadari bahwa ada
sebuah truk besar berwarna kuning yang melaju sangat kencang kearah nya. Suara klakson
berdengung sangat kencang. Namun, seolah tak ada suara apapun Vivi hanya
berlari dan badannya terhantam oleh truk tersebut dibagian punggungnya. Ia pun
terpental keatas dengan 2 buah botol minuman berperisa jeruk yang ikut
terlempar, ia pun jatuh ke aspal dengan posisi tengkorak kepala yang membentur
aspal dan menyebabkan tulang tengkorak dari gadis cantik itu rentak dan hampir
pecah. Cairan merah nan pekat bersimbah di lokasi kejadian sontak para warga
berkumpul dengan adanya kejadian itu. Truk itu pun terhenti. Dengan keadaan
setengah sadar dan merasakan sakit yang luarbiasa di bagian kepalanya ia
berkata
“Janji
kita tetap ditepati, untuk selalu bersama. Bahkan kita akan bersama saat maut
memisahkan, gua sayang lu, la. Bayangan gua akan selalu jadi Guardian buat bayangan lu. Kita teman
selamanya.” Kata Vivi dengan suara pelan sambil menanggung sakit yang teramat
sangat dari kepalanya. Darah mengalir layaknya sungai, nadinya pun terhenti wajah
cantiknya berlapis darah dari diri nya sendiri, kulit putihnya tergeletak di
aspal penuh dengan luka. Namun, ia tersenyum. Janjinya tak pernah ingkar.
Akun-akun sosmed :
twitter : @Yap_gel_gel